Sabtu, 11 Juni 2011
 DEFINISI
  1. Demam rematik (DR) adalah sindroma klinik akibat infeksi kumam streptococcus beta hemolytikus grup A, dengan satu atau lebih gejala mayor yaitu poliartritis migrant akut, karditid, korea minor, nodul subkutan atau eritema marginatum.

  1. Demam rematik akut (DRA) adalah istilah untuk penderita demam rematik yang terbukti dengan tanda radang akut.

  1. Deamam rematik inaktif adalah istilah untuk penderita dengan riwayat demam rematik tetapi tanpa terbukti tanda radang akut.

  1. Penyakit jantung ramatik (PJR) adalah kalainan jantung yang ditemukan pada DRA atau kelainan jantung yang merupakan gejala sisa (skuele) dari DR.
            (Ngastiyah, 2005, Edisi II, Perawatan Anak Sakit, Jakarta, EGC)

ETIOLOGI
Streptococcus beta hemolytikus grup A starin tertentu yang bersifat reumatoligik dan adanya factor fredisposisi genetic.
Kemungkinan menderita DRA setelah mendapat infeksi steptococcus hemolytikus  grup A di tenggorokan adalah 0,3 – 3 %.


PATOGENESIS
Demam rematik dinyatakan sebagai penyakit autoimun. Streptococcus diketahui dapat menghasilkan kurang lebih 20 produk ekstrasel; diantaranya yang penting adalah streptolisin O, streptolisin S, hialuronidase, streptokinase, difosforidin, dan masih ada beberapa lagi. Produk-produk tersebut meransang timbulnya antibody. DR juga merupakan akimbo kepekaan tubuh yang berlebihan terhadap streptococcus; inilah penyebab reaksi autoimun.
ASTO (Anti- Streptolisin O) merupakan antibody yang paling seringdigunakan untuk indicator terdapatnya infeksi streptococcus. Lebih kurang 80% pasien DR/PJR akut menunjukan kenaikan titer ASTO tersebut, begitu pula bila terdapat antibody streptococcus yang lain juga terdapat peninggian. Oleh karena itu pada setiap pasien DR selalu diperiksa ASTO (diperlukan 2 ml darah vena).

Patofisiologi dengan masalah keperawatan
 
BENTUK KLINIS
DR : variasi sesuai dengan gejala mayor yang manifestasi
PJR : variasi sesuai cacat katup yang dihadapi dan derajat serta luasnya karditis pada DR (demam rematik)

DIAGNOSIS

Dasar diagnosis
Diagnosis demam rematik ditegakkan berdasarkan criteria jones (1992)

MANIFESTASI MAYOR
MANIFESTASI MINOR
Karditis
Poliartritis
Korea
Eritema marginatum
Nodukus subkutan
KLINIS
     Artralgia
     Demam
LABORATORIUM
Peningkatan reaksi fase akut yaitu LED dan CPR.
Interval PR memanjang

Diagnosis DR ditegakkan bila :
  1. terdapat dua manifestasi mayor atau satu manifestasi mayor + dua manifestasi minor
  2. didukung bukti adanya bukti infeksi streptococcus sebelumnya yaitu kultur apus tenggorok (+) atau kenaikan titer antibody streptococcus (ASTO) > 200
  3. terdapat pengecualian untuk gejala korea minor, diagnosis DR dapat ditegakkan tampa perlu adanya bukti infeksi streptococcus

karditis :
1.      bunyi jantung melemah
2.      adanya bising dari sistolik, mid diastolic di apeks atau bising diastolic di basal jantung
3.      takikardi / irama gallop
4.      kardiomegali
5.      perikarditis
6.      gagal jantung kongesti tanpa sebab lain

Poliartritis migrans
1.      merupakan tanda khas untuk demam rematik
2.      biasanya mengenai sendi-sendi besar, dapat timbul bersamaan tetapi lebih  sering berpindah-pindah
3.      sendi yang terkena menunjukan gejala-gejala radang yang jelas yaitu merah, panas, nyeri, dan fungsiolesia
4.      kelainan sendi ini dapat hilang sendiri tanpa pengobatan.
Korea sydennham
Korea sydenham / korea minor adalah gerakan-gerakan cepat, bilateral, tanpa tujuan dan sukar dikendalikan, seringkali disertai kelemahan otot dan gangguan emosional. Semua otot terkena, tetapi yang mencolok adalah otot wajah dan ekstremitas.

Eritema marginatum
Kelainan kulit berupa bercak merah, berbentuk bulat, diameter sekitar 2,5 cm, bagian tengahnya pucat, sedangkan bagian tepinya berbatas tegas tanpa undurasi, tidak gatal, paling sering ditemukan pada batang tubuh dan tungkai progsimal

Nodul subkutan
1.          terletak dibawah kulit, keras tidak sakit, mudah digerakan dan berukuran sekitar 3-10 mm
2.          lokasi sekitar ekstensor sendi siku, lutut, pergelangan kaki dan tangan, daerah oksipital, serta di atas prosesus vertebra torakalis dan lumbalis

PENATALAKSANAAN MEDIS
1.          Antibiotik
a.           Untuk eradikasi dan untuk profilaksis sekunder
b.          Digunakan benzatin penisilin bila tidak ada diberikan prokain penasilin.    Alternative lain adalah penisilin oral dan bila alergi terhadap penisilin digunakan eritromisin
c.           Antibiotika sekunder diberikan sampai usia 18 tahun (minimal 5 tahun) apa bila tidak ada keterlibatan jantung.
Apa bila ada keterlibatan jantung antibiotika diberikan sampai usia 25 tahun atau bahkan dapat seumur hidup bila keadaan lingkungan buruk
2.     obat anti inflamasi
        diberikan untuk DRA atau PJR yang mengalami reaktivitas à prednisone,  aspirin
    3.     istirahat
    4.     penanganan gagal jantung kongestif
    5.     tatalaksana korea syndenhams

PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
Masalah pasien DR yang perlu diperhatikan adalah bahaya terjadi gagal jantung, kurangnya masukan nutrisi, risiko terjadi komplikasi, gangguan rasa nyaman dan aman, perubahan emosi (gangguan psikososial), persiapan pasien untuk tindakan diagnostic, dan kurangnya pengetahuan orang tua mengenai panyakit.

1.     Bahaya terjadi gagal jantung.
        Pada patogenesis DR/PJR diterangkan bahwa akimbo infeksi streptococcus beta-hemolyticus yang mengenai tenggorokan, penyebabkan timbulnya reaksi imunologik di dalam tubuh pasien yang dapat mengenai selaput jantung. Kelainan yang terjadi dapat mengenai ketiga-tiga selaput jantung yang disebut “pankarditis” dan kelainan lebih lanjut mengenai katup jantung yang dapat mengakibatkan terjadinya penyempitan dan kebocoran katup jantung yang dapat mengakibatkan terjadinya penyempitan dan kebocoran katup. Kelainan tersebut jika tidak segera mendapatkan pengobatan/perawatan yang tepat akan berakibat gagal jantung. Oleh karena itu, sebaiknya penyakit DR ditemukan sedini mungkin agar gagal jantung dapat dihindarkan. Untuk mencegah DR memerluka obat-obat tertentu di samping yang tidak kalah penting ialah istirahat mutlak (tirah baring) pada saat permulaan pasien dirawat dan selanjutnya mobilisasi bertahap sebelum beraktivitas.
Pada saat tirah baring pasien tidak boleh duduk tetapi boleh setengah duduk. Untuk keperluan eliminasi dan mandi harus diatas tempat tidur dan dibantu/dimandikan. Pasien tidak boleh didorong/diizinkan ke WC sebelum masa mobilisasi. Pengawasan tanda vital: pernafasan, suhu denyut nadi dan denyut jantung, dilakukan paling tidak tiga kali sehari dan dicatat dalam catatan perawatan. Bila terdapat perubahan tanda vital coba ulangi sekali lagi jika tetap ada kelainan hubungi dokter. Selain catatan tanda vital juga disediakan catatan pengeluran dan pemasukan cairan (urine dikumpulkan selama 24 jam diukur banyak dan berat janisnya), minum air putih ad libitum.
Gagal jantung pada DR dapat terjadi sewaktu-waktu terutama bila pasien mengalami stres dan kelelahan sekali. Sebagai petunjuk adanya gagal jantung dapat ditemukan tanda-tanda sebagai berikut:
    1. Pasien mengeluh lekas lelah bila melakukan kegiatan fisik (latihan).
    2. terdapat sesak nafas pada malam hari atau bila berbaring tanpa bantal, dan akan menghilang bila ia duduk.
    3. terdapat oliguria dan nokturia.
    4. berat badan meningkat relative dalam waktu singkat.
    5. gelisah, banyak keringat.
    6. ekstremitas dingin, sianosis perifer maupun sentral.
    7. terdapat takikardia, takipnea (nafas cepat dan dangkal).

Pada stadium lanjut terdapat peninggian tekanan vena jugularis (yang terlihat jelas pada saat anak sedang duduk), dan jika ia berdiri lama terdapat oedema pada kaki. Atas dasar tanda-tanda tersebut bila dalam perawatan pasien DR dijumpai salah satu atau beberpa gejala yang demikian hendaknya perawat memberitahukan kedokter.
Tindakan segera adalah memberikan sikap berbaring setengah duduk dan harus tirah baring. Lakukan pengawasan tanda-tanda vital lebih sering. Jika terjadi sianosis, berikan O2 melalui air sampai 2 liter/menit. Sediakan alat-alat yang biasa dipergunakan segera seperti EKG atau alat lain utuk keperluan jantung. Selain hal-hal itu harus diperhatikan apakah pasien cukup minumnya, apa lagi pasien demam.
Pasien gagal jantung selain masa tirah baringnya lebih lama, juga masa mobilisasinya bertahap lebih lama pula, memerlukan perhatian dan pertolongan lebih banyak.
2.      Kurangnya masukan nutrisi.
Pada umumnya pasien DR nafsu makannya sangat menurun. Keadaan tersebut bila tidak diatasi akan menambah lemah dan dapat menyebabkan terjadinya dehidrasi. Pasien perlu diberikan makanan tinggi kalori dan protein tetapi nafsu makannya kurang maka jarang dapat menghabiskan makananya. Untuk membantu untuk menimbulkan nafsu makan, maka cara menghidangkan makanan dan jenisnya harus yang menarik, misalnya disajikan tidak terlalu banyak sekaligus, dihidangkan dalam keadaan hangat dan tempatnya bersih dan menarik. Menu sering ditukar dan sayuran bervariasi. Disamping itu perawat harus dapat membujukn bila perlu menyuapi sambil menjelaskan pentingnya makanan untuk kesembuhannya.
Pada pasien gagal jantung diberikan makanan (diet) rendah garam dalam bentuk lunak tetapi harus mengandung sayuran yang berserat untuk mencegah pasien sukar buang air besar. Pasien perlu diberikan penjelasan mengapa makanannya kurang garam, bila pasien hanya makan sedikit (walaupun telah dibujuk) berikan roti dan susu agar tidak kekurangan masukan makanannya (salah satu cara membujuk agar pasien mau makan ajaklah ia sedang membayangkan sedang makan direstoran dan menikmati makanan yang ia sukai. Jangan dirasa tidak enak makanan yang sedang dimakan anggaplah obat). Sejalan dengan pengobatan. Bila keadaan umum pasien membaik, nafsu makan pasien juga akan pulih kembali.
Untuk mengetahui kecukupan kalori berat badan pasien ditimbang satu kali seminggu. Tetapi ada gagal jantung pasien ditimbang setiap hari bila perlu (bawa timbangannya kedekat tempat tidur pasien). Catat dan evaluasi keadaan berat badannya; jika terdapat kenaikan yang tidak wajar atau bahkan sudah beberapa kali ditimbang tidak naik beratnya beritahukan dokter.

3.      Resiko terjadi komplikasi.
Komplikasi yang sering terjadi adalah gagal jantung karena terjadinya kelainan pada katup jantung berupa penebalan daun katup dan menyebabkan penyemitan katup merupakan hal yang potensial terjadinya gagal jantung. Selain itu biasanya karena pasien terlambat berobat sehingga kadang-kadang sudah terjadi gagal jantung baru ditemukan. Juga akimbo perawatan yang tidak adekuat dapat menyebabkan gagal jantung; misalnya kurang cukup lamanya istirahat baring (pasien terlalu cepat berjalan atau melakukan aktivitas.
Selain gagal jantung. Komplikasi lain dapat terjadi sebagai akimbo daya tahan tubuhnya yang rendah sehingga pasien mudah ketularan penyakit, misalnya batuk pilek yang datangnya dari pengunjung, atau perawat sendiri. Untuk menghindari hal tersebut perlu diperhatikan misalnya pengunjung yang sedang sakit batuk pilek tidak terlalu dekat dengan pasien atau lebih baik tidak datang saja. Jika pasien dirawat diruang ber-AC agar diberikan selimut yang hangat tetapi tidak menyebabkan beban pada pasien (missal selimut yang tidak terlalu tebal). Pasien jangan dimandikan terlalu pagi atau terlalu sore, agar pasien tidak kedinginan karena kedinginan akan menambah beban jantung.
Komplikasi juga dapat terjadi sebagai akibat pasien menderita diare yang dapat disebabkan karena salah makan. Sedangkan diare tersebut akan menambah berat penyakitnya. Komplikasi sebagai akibat pengobbatan dapat terjadi. Misalnya akibat pemberian kortikosteroid yang berlebih, selain menimbulkan moon face yang berat dapat terjadi perubahan suara dan lainnya karena pada pengobatan dengan kartikosteroid pasien perlu selau diawasi.
Pengobatan dengan digitalis juga dapat menimbulkan keracunan. Gejala keracunan digitalis ialah pasien merasa mual, sering muntah, nadi tidak teratur tetapi pasien tidak dispnea, penglihatan kuning. Jika terdapat keleuhan demikian agar segera diperhatikan digitalisnya dan beritahukan dokter observasi keadaan umum pasien. Bekerja diruangan pasien jantung harus memperhatikan cara kerja aseptic dan menyadari kemungkinan timbulnya infeksi sebagai komplikasi.

4.      Gangguan rasa aman dan nyaman.
Gangguan rasa aman dan nyaman dialami seperti pasien lain yang dirawat. Yang perlu lebih diperhatikan pada pasien baru, bila akan mengukur tekanan darah atau EKG lakukan pada pasien lain dahulu dan minta pasien tersebut melihatnya sambil dijelaskan bahwa hal tersebut tidak menyakitkan. Karena jika pasien takut hasil pemeriksaan kurang memuaskan. Sebaiknya pasien disuruh berkemih dahulu sebelum dilakukan pemeriksaan EKG atau tekanan darahnya karena jika kandung kemih penuh mempengaruhi ketenangan pasien.
Pada pasien yang masih menderita artritis gangguan rasa nyaman dirasakan pada sendi yang masih meradang. Untuk mengurangi gangguan tersebut bagian yang masih meradang diberikan alas yang lunak (bantal yang lembek atau handuk yang dilipat-lipat). Usahakan agar tidak sering tersentuh, karena terkena selimut atau tempat tidur bergerak saja menimbulkan rasa sakit. Untuk menghindarkan tempat tidur pasien ini di sudut ruangan. Selain itu yang perlu diingat bagian yang sakit ini tidak boleh dikompres hangat karena akan menambah rasa sakit dan menyebar.
Selain rasa tak nyaman karena arthritis, pemberian O2 apalagi bila lama juga menimbulkan rasa tidak nyaman. Untuk mengurangi tersebut jika pasien tidak dispnea sekali, hentikan sebentar kira-kira 1-5 menit. Bersihkan kateter yang masuk kehidung kemudian jika akan dipasang pindahkan kelubang hidung lainnya. Pasien yang dispnea biasanya banyak keringat, maka perlu sering dilap dan diganti pakaian dengan yang bersih dan kering. Usahakan agar tempat tidur selalu bersih dan rapi begitu juga ruangannya agar memberikan rasa nyaman.

Selamat Datang


Terima kasih atas kunjungannya di blog kami puskesmas tumpung laung, mudah-mudahan blog ini bisa menjadi inspirasi bagi puskesmas lainnya di kota muara teweh agar bisa berkreatif dalam mengembangkan Instansinya.

Buku Tamu

Teman